Setiap bulan Agustus, langit malam akan dihiasi oleh fenomena alam spektakuler tahunan: hujan meteor Perseid.
Tahun 2025 ini, puncak hujan meteor Perseid diprediksi akan terjadi pada 12-13 Agustus. Meski demikian, ada sedikit tantangan bagi Kawan yang ingin mengamati karena pada pertengahan Agustus ini cahaya bulan bersinar sangat terang.
Namun, bagi Kawan yang merupakan pengamat langit, fenomena ini tetap menjadi momen yang istimewa karena bisa menyaksikan "bintang jatuh" yang berasal dari debu komet Swift-Tuttle.
Artikel ini akan membahas asal-usul hujan meteor Perseid, tips terbaik untuk mengamatinya di Indonesia, serta fakta menarik seputar fenomena kosmik ini. Yuk, simak bersama!
Asal-Usul Hujan Meteor Perseid
Hujan meteor Perseid bukan sekadar fenomena alam biasa, ini adalah jejak komet raksasa bernama 109P/Swift-Tuttle.
Dilansir euronews.com, komet ini ditemukan pada 1862 oleh dua astronom, Lewis Swift dan Horace Tuttle. Komet raksasa ini memiliki inti selebar 26 kilometer, menjadikannya salah satu objek terbesar yang melintas di dekat Bumi.
Setiap 133 tahun, komet ini menyelesaikan satu orbit mengelilingi Matahari. Saat mendekati Matahari, panas yang dipancarkan oleh Matahari menyebabkan es di permukaan komet menyublim (berubah langsung dari padat ke gas), hingga melepaskan debu dan batuan kecil ke angkasa.
Partikel-partikel inilah yang membentuk aliran meteoroid di sepanjang orbit komet.
Ketika Bumi melintasi aliran debu luar angkasa ini setiap Juli-Agustus, partikel tersebut memasuki atmosfer dengan kecepatan 59 km per detik. Gesekan dengan udara membuatnya terbakar dan menciptakan garis cahaya yang kita kenal sebagai meteor.
Sebagian besar meteor Perseid terbakar pada ketinggian 80-100 km di atas permukaan Bumi, sehingga tidak berbahaya bagi manusia. Nama Perseid sendiri berasal dari titik radian (asal kemunculan meteor) yang terletak di rasi Perseus.
Fenomena ini telah diamati sejak zaman kuno, dengan catatan pertama berasal dari Tiongkok pada tahun 36 Masehi.
Di Eropa, Perseid dikenal sebagai "Tears of St. Lawrence", karena puncaknya bertepatan dengan perayaan Santo Lawrence pada 10 Agustus.
Cara Mengamati Hujan Meteor Perseid di Indonesia
Menurut Thomas Djamaluddin, peneliti utama BRIN, waktu optimal untuk menyaksikan Perseid adalah setelah tengah malam hingga jelang subuh. Pada periode ini, jumlah meteor meningkat karena posisi Bumi yang lebih menghadap ke arah aliran debu komet.
Lokasi pengamatan ideal adalah tempat yang minim polusi cahaya, seperti pegunungan atau pantai, dengan langit cerah dan terbuka dari penghalang, seperti pohon atau bangunan tinggi.
Kawan yang ingin mengamati fenomena kosmik ini disarankan mengarahkan pandangan ke langit utara-timur laut, tempat rasi Perseus berada.
Tahun ini, cahaya Bulan yang terang setelah purnama menjadi tantangan utama, hal ini berpotensi mengurangi jumlah meteor yang terlihat menjadi hanya 10-20 meteor per jam menurut Robert Lunsford dari American Meteor Society.
Namun, meteor yang muncul cenderung lebih terang dan meninggalkan jejak panjang.
Untuk pengamatan optimal, mata perlu beradaptasi dengan gelap selama 20-30 menit. Penggunaan kursi santai atau matras akan membantu kenyamanan selama pengamatan, sementara cahaya ponsel sebaiknya dihindari karena mengganggu adaptasi mata.
Bagi yang ingin mengabadikan momen ini, kamera dengan pengaturan manual, ISO tinggi (1600-3200), bukaan diafragma lebar (f/2.8 atau lebih rendah), dan eksposur panjang (15-30 detik) dengan tripod dapat digunakan untuk menangkap jejak meteor.
Cerita di Balik Fenomena Kosmik Hujan Meteor Perseid
Hujan meteor Perseid bukan hanya tontonan indah, tetapi juga menyimpan kisah menarik.
Pada 1993, fenomena ini bahkan pernah menjadi penyebab ditundanya peluncuran pesawat ulang-alik NASA karena kekhawatiran akan terjadi kerusakan akibat partikel meteor.
Dalam kondisi langit gelap sempurna, intensitas Perseid bisa mencapai 50-100 meteor per jam, bahkan pernah tercatat hingga 200 meteor per jam.
Keunikan lain dari Perseid adalah kecepatannya yang mencapai 59 km/detik, yang sering kali meninggalkan jejak cahaya berwarna di langit malam.
Alam semesta selalu punya cara untuk memukau kita, dan Perseid adalah salah satu buktinya.
Meski tahun 2025 tidak ideal karena gangguan cahaya Bulan, hujan meteor Perseid tetap menjadi fenomena yang layak dinantikan di tahun-tahun mendatang. Dengan pemahaman yang tepat tentang waktu, lokasi, dan teknik pengamatan, kita dapat terus mengagumi pertunjukan kosmik tahunan ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News