KH. Muhammad Yusuf Hasyim diusulkan menjadi pahlawan nasional 2025. Ia lahir pada tanggal 3 Agustus 1929 di lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, sebagai anak bungsu dari pasangan KH. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqoh.
KH. Hasyim Asy’ari merupakan tokoh Islam yang cukup masyhur di Indonesia. Ia adalah pendiri NU sekaligus pendiri pondok pesantren Tebuireng.
Meski ayahnya tokoh besar, dalam sebuah catatan dari NU Jombang, KH. Muhammad Yusuf Hasyim tidak seperti anak kiai kebanyakan. Ia tidak suka dipanggil dengan gus atau juga kiai. Ia lebih akrab dipanggil Pak Ud.
Sejak kecil, pesantren telah menjadi bagian hidupnya. Meski ayahnya yang merupakan pendiri NU juga mempunyai pondok pesantren, KH. Muhammad Yusuf Hasyim tidak lantas menimba ilmu di sana.
Yusuf muda mulai mondok di luar pesantren keluarganya sejak umur 12 tahun. Saat itu, ia belajar di Pesantren Al-Quran Sedayu Gresik. Kemudian ia melanjutkan pendidikan agamanya ke Pesantren Krapyak Yogyakarta. Selain itu, ia juga pernah menempuh pendidikan di Pondok Modern Gontor, Ponorogo.
KH. Muhammad Yusuf Hasyim, Pejuang Kemerdekaan
Hal yang menarik dari KH. Muhammad Yusuf Hasyim adalah bahwa ia merupakan bagian dari militer. Ia pernah bergabung dengan Laskar Hizbullah. Saat Resolusi Jihad dikumandangkan oleh para ulama pada 22 Oktober 1945, KH. Muhammad Yusuf Hasyim terpilih menjadi Komandan Kompi Laskar Hizbullah Jombang.
Resolusi ini yang turut mendorong meletusnya peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. Keterlibatannya ini lah yang membuat tentara Belanda akhirnya merangsek ke Jombang dan meluluh-lantakkan kota santri.
Selain itu, ia juga memimpin pertempuran di daerah Gunungsari, Surabaya. Wilayah tersebut kini menjadi markas Kodam V/Brawijaya. Dalam kontak senjata di Desa Nglaban, Cukir, peluru sempat menembus bajunya. Ia pingsan selama berjam-jam, namun selamat.
Setelah Laskar Hizbullah dilebur ke Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 1947, KH. Muhammad Yusuf Hasyim menjadi letnan satu aktif di Batalyon Condromowo.
Tidak berhenti di sana, di masa pasca-revolusi, KH. Yusuf Hasyim juga berperan menjaga stabilitas pesantren dari ancaman ideologi ekstrem. Ia dikenal tegas terhadap penyusupan paham komunisme ke lembaga pendidikan Islam.
Ia berperan dalam pemberontakan PKI Madiun 1948. Dalam peristiwa ini, ia memimpin pasukan yang menyelamatkan tokoh pendiri Gontor, yakni KH. Imam Zarkasyi dari penculikan. Dari sinilah KH. Muhammad Yusuf Hasyim tidak hanya dikenal sebagai tokoh agama Islam, tetapi juga pahlawan perjuangan kemerdekaan.
Sebagai Ketua Ikatan Bekas Pejuang Islam Indonesia Jawa Timur dan Sekjen PBNU periode 1967–1971, ia menegaskan posisi NU sebagai benteng ideologis Islam di tengah gejolak politik 1965. Baginya, menjaga pesantren sama artinya menjaga Indonesia.
Pengasuh Tebuireng & Pembaharu Pendidikan Pesantren
Pada tahun 1965, KH. Yusuf Hasyim mulai memimpin pesantren Tebuireng. Ia menjadi pemimpin yang ke-6, menggantikan kakaknya, KH. Abdul Wahid Hasyim. Kepemimpinannya berlangsung selama 41 tahun, hingga 2006.
Di bawah kepemimpinannya, Tebuireng berkembang pesat. Ia mempelopori pembaharuan pendidikan pesantren dengan membuka pendidikan formal. Tahun 1967, ia mendirikan Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) di Tebuireng.
3 tahun berselang, tepatnya pada tahun 1970 saat masih jarang pesantren mendirikan sekolah menengah, KH. Yusuf Hasyim kembali mempersiapkan pendidikan formal untuk jenjang tersebut di Tebuireng.
Kemudian pada tahun 1975, KH. Yusuf Hasyim berhasil mendirikan SMP-SMA A. Wahid Hasyim. Program‐program yang digagas pun sudah memeadukan antara kurikulum agama dengan umum.
Di penghujung masa kepemimpinannya, pada tahun 2006, ia juga mendirikan Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, sebuah pusat studi hadits untuk melanjutkan tradisi keilmuan ayahnya.
Kiprah Politik, Militer & Kebangsaan
"Bukan hanya sekadar tokoh pesantren atau tokoh agama, beliau adalah sosok pejuang sejati," kata Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur.
Memang, KH. Yusuf Hasyim tidak membatasi diri di ranah keagamaan saja. Ia aktif di bidang politik dan kebangsaan. Ia pernah menjadi anggota DPR RI melalui Fraksi Utusan Daerah, dan kemudian bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Tak banyak yang tahu, KH. Yusuf Hasyim juga pernah tampil di dunia film. Pada 1985, ia ikut bermain dalam film Sembilan Wali, sebuah karya dakwah yang mengisahkan penyebaran Islam di Nusantara. Dalam film dakwah tersebut, ia memerankan salah satu tokoh Wali Songo, yaitu Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim).
Kepulangan dan Gelar Pahlawan
Yusuf Hasyim wafat pada 14 Januari 2007 di RSUD Dr Soetomo, Surabaya, akibat radang paru-paru dan gagal napas akut. Ribuan orang datang mengiringi pemakamannya di kompleks Tebuireng.
Beberapa bulan setelah wafatnya, Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) menganugrahkan simbol bambu runcing di pusaranya. Ini diberikan sebagai penanda kepada seorang pahlawan nasional yang dimakamkan di luar TMP. Ia juga dianugrahi Bintang Gerilya, Satya Lencana Kesetiaan, dan berbagai penghargaan negara lainnya.
Kini, namanya sedang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Sebuah bentuk penghargaan atas kiprah panjangnya dalam pendidikan, perjuangan, dan kebangsaan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News